Minggu, 28 April 2019

Nietzsche tentang Pecundang

Mengikuti genealogi Nietzschean, kaum domba adalah mereka yang tidak bisa menerima fakta bahwa dirinya bermasalah & pecundang. Mereka menemukan sesuatu di luar mereka (ajaran agama, sains, atheisme, parpol, tokoh2 politik, bahkan kesebelasan sepak bola) sebagai yang bisa mengutuhkan diri mereka. Mereka menemukan 'makna' & merasa 'diselamatkan' oleh fanatisme pada sesuatu di luar diri tsb. Selanjutnya, mereka merasa diri pemenang, satu-satunya pemilik kebenaran. Ia tak mampu menerima kesalahan, karena bernegosiasi dengan kesalahan artinya menjerembabkan kembali ke masa lalu yang tak bisa ia terima. Mekanisme psikologis seperti ini tak berhubungan apa pun dgn kecerdasan intelektual atau gelar [...]

Orang cerdas ada juga yang labil emosinya. Maka bukan suatu yang aneh bila di kampus-kampus, kita temui dosen-dosen bertitel doktor & profesor memeluk ajaran-ajaran radikal [...] Nietzsche sudah meramalkan: kaum bermental budak lebih banyak ditemukan di kota-kota; di kalangan orang terdidik yang membaca koran dibandingkan di kalangan petani di desa-desa. (ASW, Nietzsche : Genealogi Kaum Fanatik). Ini soal perjuangan & kepecundangan. Mereka yang berdeterminasi untuk menang serta mereka yang memelihara kekalahan dalam pertandingan hidup.

Berfokuslah ke Hal-hal yang Penting

Kenapa orang Bali tidak pernah menggangu dan terganggu dengan umat agama lain?
Karena mereka yakin dengan kepercayaannya.

#Fokus
Ada seorang anak yang setiap hari rajin sembahyang ke Pura, lalu suatu hari ia berkata kepada ayahnya,
"Ayah...mulai hari ini saya tidak mau ke Pura lagi"

"Lho kenapa?" sahut sang ayah.

"Karena di Pura saya menemukan orang² yang kelihatannya rohani tapi sebenarnya tidak, ada yang sibuk dengan gadgetnya, sementara yang lain membicarakan keburukan orang lain".

Sang ayah pun berpikir sejenak dan berkata, "Baiklah kalau begitu, tapi ada satu syarat yang harus kamu lakukan setelah itu terserah kamu".

"Apa itu?"

"Ambillah air satu gelas penuh, lalu bawa keliling Pura, ingat jangan sampai ada air yang tumpah".

Si anak pun membawa segelas air berkeliling Pura dengan hati², hingga tak ada setetes air pun yang jatuh.

Sesampainya di rumah, sang ayah bertanya, "Bagaimana sudah kamu bawa air itu keliling Pura?",

"Sudah".

"Apakah ada air yang tumpah?"

"Tidak".

"Apakah di Pura tadi ada orang yang sibuk dengan gadgetnya?".

"Wah, saya tidak tahu karena pandangan saya hanya tertuju pada gelas ini", jawab si anak.

"Apakah di Pura tadi ada orang² yang membicarakan kejelekan orang lain?", tanya sang ayah lagi.

"Wah, saya tidak dengar karena saya hanya konsentrasi menjaga air dalam gelas".

Sang ayah pun tersenyum lalu berkata, _*"Begitulah hidup anakku, jika kamu fokus pada tujuan hidupmu, kamu tidak akan punya waktu untuk menilai kejelekan orang lain. Jangan sampai kesibukanmu menilai kwalitas orang lain membuatmu lupa akan kwalitas dirimu"*_

Marilah kita fokus pada diri sendiri dalam beribadah, bekerja dan untuk terus menerus berbenah menjadi positif.

Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

*Nasihat Untuk Kita*

Simpan rahasiamu berdua saja:
1. Dirimu
2. Tuhan

Jagalah kedua orang ini selama kamu di dunia:
1. Ibumu
2. Bapakmu

Mohonlah bantuan ketika susah dengan dua hal :
1. Sabar
2. Berdoa

Jangan risau dua hal ini :
1. Rezeki
2. Kematian

Karena keduanya berada di bawah kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa

Dua hal yang tidak perlu diingat selamanya :
1. Kebaikanmu terhadap orang lain.
2. Kesalahan orang lain terhadapmu.

Tiga hal yang memperindah dirimu 😗
1. Sabar
2. Tabah
3. Dermawan

Tiga orang yang hendaknya kamu dekati :
1. Orang yang Ikhlas
2. Orang yang setia
3. Orang yang jujur