Coretan, Sketsa & apa saja pokoknya tulis menulis
Senin, 03 Januari 2022
Saya Tidak Tahu
Jumat, 08 Oktober 2021
Brotherhood
Minggu, 19 September 2021
🍭PERMEN LOLIPOP🍭
Rabu, 15 September 2021
IMAM YANG BERPIKIR DIA GAGAL
Kamis, 01 April 2021
Dialog Tentang Cinta
Dialog Tentang Cinta
Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta sejati? Bagaimana saya bisa menemukannya?
Gurunya menjawab, “Ada taman yang indah dan luas di depan sana. Berjalanlah dan kamu tidak boleh mundur kembali. Kemudian ambillah satu saja bunga yang kamu anggap paling indah dan menakjubkan”
Plato pun berjalan, dan setelah beberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satu pun bunga?”
Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan aku tidak boleh mundur kembali. Sebenarnya aku telah menemukan yang paling indah dan cantik, tapi aku yakin bahwa ada bunga yang lebih Indah lagi di depan sana, jadi tak kuambil bunga tersebut. Saat aku berjalan lebih jauh lagi, aku menemukan bunga yang lebih indah - tapi seperti yang tadi - aku tetap berfikir bahwa aku akan menemukan bunga yang lebih indah di depan sana. Hingga akhirnya aku bingung dan baru kusadari bahwa bunga-bunga yang kutemukan tak seindah bunga yang tadi, jadi akhirnya tak satupun bunga yang aku ambil.”
Gurunya kemudian menjawab “Jadi ya, itulah "cinta sejati"
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?”
Gurunya pun menjawab, “Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah. Kemudian jika kamu menemukan pohon yang cukup tinggi dan kokoh, maka tebanglah pohon tersebut. Peraturannya sama, kamu tidak boleh mundur kembali.
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang terlalu subur, dan tidak juga terlalu tinggi - tapi terlihat cukup kokoh. Pohon tersebut terlihat biasa-biasa saja.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon ini?”
Plato pun menjawab, “Sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi tadi, saat aku berjalan dan melihat pohon ini - kurasa pohon ini cukup bagus dan kokoh, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkannya.”
Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya, itulah perkawinan.”
Enam Jenis Harta Kehidupan
Minggu, 28 April 2019
Nietzsche tentang Pecundang
Mengikuti genealogi Nietzschean, kaum domba adalah mereka yang tidak bisa menerima fakta bahwa dirinya bermasalah & pecundang. Mereka menemukan sesuatu di luar mereka (ajaran agama, sains, atheisme, parpol, tokoh2 politik, bahkan kesebelasan sepak bola) sebagai yang bisa mengutuhkan diri mereka. Mereka menemukan 'makna' & merasa 'diselamatkan' oleh fanatisme pada sesuatu di luar diri tsb. Selanjutnya, mereka merasa diri pemenang, satu-satunya pemilik kebenaran. Ia tak mampu menerima kesalahan, karena bernegosiasi dengan kesalahan artinya menjerembabkan kembali ke masa lalu yang tak bisa ia terima. Mekanisme psikologis seperti ini tak berhubungan apa pun dgn kecerdasan intelektual atau gelar [...]
Orang cerdas ada juga yang labil emosinya. Maka bukan suatu yang aneh bila di kampus-kampus, kita temui dosen-dosen bertitel doktor & profesor memeluk ajaran-ajaran radikal [...] Nietzsche sudah meramalkan: kaum bermental budak lebih banyak ditemukan di kota-kota; di kalangan orang terdidik yang membaca koran dibandingkan di kalangan petani di desa-desa. (ASW, Nietzsche : Genealogi Kaum Fanatik). Ini soal perjuangan & kepecundangan. Mereka yang berdeterminasi untuk menang serta mereka yang memelihara kekalahan dalam pertandingan hidup.