Selasa, 12 Januari 2010

Keadilan dan Kejujuran

Keadilan dan Kejujuran

“Dimanakah dapat ditemukan keadilan yang adalah cinta dengan mata yang melihat?”
Sabda Zarathustra, Friedrich Nietzsche

Keadilan merupakan sesuatu yang didambakan manusia. Sejak zaman Yunani kuno, manusia telah menjadikan keadilan sebagai suatu keutamaan yang harus dikejar atau diupayakan setiap orang dalam seluruh aspek kehidupannya baik social maupun politis.
Namun konsep keadilan itu sendiri telah dimuati oleh banyak dinamika dan makna, salah satu maknanya adalah ‘memberikan pada setiap orang sesuai dengan haknya’. Makna ini mengacu pada konsep kesetaraan. Mengembalikan konsep tersebut pada satu-satunya makna tidak hanya tidak mungkin, melainkan juga bertentangan dengan makna keadilan itu sendiri. Contohnya, jika orang menerangkan sikap tidak memihak sebagai “perlakuan yang sama tanpa memandang pribadi-pribadi terkait” sikap ini bila secara konsekuen dilakukan maka hal ini dapat mengarah pada ketidakadilan karena salah satu nilai keadilan adalah diperhatikannya perbedaan masing-masing individu dengan kebutuhan-kebutuhan mereka yang berbeda-beda. Pelaksanaan konsekuensi dari prinsip kesamaan juga dapat membawa ketidakadilan.

Baru-baru ini misalnya rasa keadilan kita terusik saat kita mendapati seorang nenek renta berumur 55 tahun bernama Minah harus diganjar hukuman penjara. Padahal itu hanya karena Nenek Minah mencuri 3 buah Kakao di kawasan perkebunan di Banyumas, Jawa Tengah. Itu pun si nenek belum melakukan pencurian karena ketahuan oleh mandor pengawas perkebunan. Nenek Minah pun langsung mengaku dan mengatakan ingin mengambil 3 Kakao tersebut.
Entah bagaimana, kejadian ini dilanjutkan hingga ke pengadilan dan Nenek Minah dituntut hukuman 6 bulan penjara. Nenek Minah pun pasrah karena tidak mengerti hukum dan tidak memiliki uang untuk menyewa pengacara. Namun Nenek Minah tetap mengikuti proses hukum yang melelahkan dengan baik dan berkatata jujur serta meminta maaf. Bahkan hakim pun merasa kasihan dan sangat menghargai kejujuran dan ketaatan Nenek Minah mengikuti persidangan. Hingga akhirnya Nenek Minah hanya diganjar 1 bulan 15 hari. Tapi hakim memperbolehkan Nenek Minah untuk tidak menjalani hukuman itu.
Malahan Nenek Minah mendapatkan hadiah istimewa dari Presiden Republik Mimpi, Si Butet Yogya (SBY). Butet Kertarajasa sebagai 'SBY' menghadiahi Minah 5 biji kakao untuk ditanam sebagai bibit.
“Karena presiden asli tidak bisa memberi bibit, terimalah hadiah ini dari presiden bodongan," kelakar Butet.
Hal ini kontras dengan para koruptor, pengemplang duit BLBI yang tak jelas di mana rimbanya atau memang sengaja dibuat tidak jelas di mana rimbanya dan tidak jelas pula bagaimana kelanjutan kasusnya.

Jacques Derrida dalam bagian pertama bukunya yang berjudul Force de loi. Le fondement mystique de l’autorite menulis dengan singkat dan padat: “Keadilan adalah sebuah pengalaman tentang yang tidak mungkin”. Derrida mendefinisikan pengalaman sebagai “melintasi” dalam arti bahwa sebuah pengalaman adalah pembuka jalan, membuka akses dan mendobrak. Jadi pengalaman selalu mungkin karena jika tidak mungkin tentulah orang tidak dapat mengalami apa-apa. Lalu apakah artinya pengalaman yang tidak mungkin? Pengalaman ini adalah sebuah pengalaman yang di dalamnya orang terbentur pada batas-batas dari hal-hal yang bisa dialami; orang terjebak ke dalam sebuah jalan buntu dimana tidak dapat memutuskan pilihan dari jenis either-or hal ini berarti kita tidak bisa sepenuhnya mengalami keadilan. Kita hanya mengalami perbatasan pengalaman kita, yaitu keadaan di mana kita tidak bisa bergerak lebih jauh lagi dan tidak bisa memutuskan pilihan either-or. Namun hal ini tidak berarti bahwa kita seharusnya tidak mengambil keputusan apapun, melainkan bahwa setiap keputusan yang bagaimanapun juga akan kita ambil tampak sebagai sesuatu yang sangat nekat sekaligus tidak memadai di hadapan kedalaman dan keluasan dari apa yang harus diputuskan, karena kita berada di perbatasan antara apa yang dapat dialami dan apa yang tidak dapat dialami.

Jika keadilan dipahami sebagai suatu pengalaman di mana orang berada dalam kebuntuan maka hal ini berarti bahwa sebuah keputusan yang adil, di satu pihak harus memperoleh pengakuan dengan cara mengindahkan aturan; namun di lain pihak, keputusan itu bisa dianggap adil hanya jika keputusan itu tidak sekedar memenuhi aturan. Tanpa mengalami kebuntuan dimana suatu aturan ditetapkan kembali secara baru, sebuah keputusan tidak dapat dianggap adil.

Kisah hidup Yesus sarat dengan momen-momen seperti ini. Dalam injil sering kita dapati Yesus mengambil keputusan yang kontroversial seperti saat menentukan siapa yang boleh melempar batu pertama kalinya kepada perempuan yang kedapatan berzinah. Dalam hal ini Yesus tidak melanggar hukum taurat tapi Yesus lebih mengedepankan pengampunan yang didasarkan pada cinta kasih, sebuah keadilan yaitu cinta yang melihat dengan mata terbuka. BagiNya kodrat manusia yang pada hakikatnya baik adalah yang utama ketimbang hukum yang dibuat untuk manusia dan bukan manusia untuk hukum. Pengampunan dan pertobatan sebagai manifestasi cinta kasih bagi Yesus lebih utama daripada hukuman dan kematian bagi orang yang bersalah. Sebab jika hanya menjalani hukuman orang mungkin tidak mengalami pertobatan, dengan hukuman dan kematian mata rantai kekerasan masih dilestarikan, orang tidak melakukan kesalahan bukan karena ia sadar bahwa itu salah dan merugikan orang lain dan mengecewakan Tuhan tapi karena takut akan hukuman dan kematian, ini artinya orang masih hidup di bawah bayang-bayang kematian yang menghantui, bukan menjalani hidup yang merdeka dan berkelimpahan karena kasih. Dalam hal ini pula Yesus mentransformasikan hukum taurat menjadi hukum cinta kasih, bahwa hukum taurat sudah usang dan pada saat yang sama ditetapkanlah hukum yang baru yaitu hukum cinta kasih.

Lalu bagaimana hubungannya dengan kejujuran? Untuk sampai pada suatu keputusan yang adil orang harus mengalami pengalaman kebuntuan dimana orang dituntut untuk jujur dan dengan rendah hati mengakui bahwa benar ia tak dapat membuat keputusan dan untuk itu perlu memohon pada Tuhan agar diberi rahmat sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. Kejujuran di sini juga berarti mengakui semua kebaikan dan kebenaran dari pihak manapun yang terlibat di dalamnya dan tidak berusaha untuk menutup-nutupi atau menyembunyikan kebenaran “sebab kebenaran akan membebaskanmu”
Andrew Jansen